MASALAH LINGKUNGAN DALAM PEMBANGUNAN INDUSTRI
Jika kita ingin menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu
adanya itikad yang kuat dan kesamaan persepsi dalam pengelolaan lingkungan
hidup. Pengelolaan lingkungan hidup dapatlah diartikan sebagai usaha secara
sadar untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar
kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya.
Memang manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi
terhadap lingkungannya, secara hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat
menggunakan air yang tercemar dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa
salinisasi, bahkan produknya dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk
mendapatkan mutu lingkungan hidup yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara
optimal maka manusia diharuskan untuk mampu memperkecil resiko kerusakan
lingkungan.
Dengan demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan
agar manusia tetap “survival”. Hakekatnya manusia telah “survival” sejak awal
peradaban hingga kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda umat
manusia akibat kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan industri, serta
revolusi sibernitika, menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggoreskan
sejarah kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan
hidupnya. Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul
dari permasalahan lingkungan, maka kemajuan yang telah dicapai terutama berkat
ke-magnitude-an teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia.
1. Dampak Industri dan Teknologi terhadap Lingkungan
Pentingnya inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu
negara, dalam hal ini, pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai
ukuran kemajuan pembangunan ekonomi suatu bangsa.
Dari berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan
sejarah umat manusia, kiranya dapat ditarik selalu benang merah yang dapat
digunakan sebagai pegangan mengapa manusia “survival” yaitu oleh karena
teknologi.
Teknologi memberikan kemajuan bagi industri baja, industri
kapal laut, kereta api, industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia.
Teknologi juga mampu menghasilkan sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan
gas-gas buangan lain yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat
memanasnya bumi akibat efek “rumah kaca”.
Teknologi yang diandalkan sebagai instrumen utama dalam
“revolusi hijau” mampu meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit
unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida.
Dibalik itu, teknologi yang sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang
berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan
berbagi jenis pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat daya tahan hama
tanaman misalnya wereng dan kutu loncat.
Teknologi juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia
akibat mampu menyediakan berbagai kebutuhan seperti tabung gas kebakaran,
alat-alat pendingin (lemari es dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam
kemasan yang menawan, atau obat anti nyamuk yang praktis untuk disemprotkan, dan
sebagainya. Serangkai dengan proses tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon)
dan tetra fluoro ethylene polymer yang digunakan justru memiliki kontribusi
bagi menipisnya lapisan ozon di stratosfer.
Teknologi memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara
berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan
sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang
ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat
obat dan beragam jenis fauna yang langka.
Bahkan akibat kemajuan teknologi, era sibernitika yang
mengglobal dapat dikonsumsi oleh negara-negara miskin sekalipun karena
kemampuan komputer sebagai instrumen informasi yang tidak memiliki batas ruang.
Dalam hal ini, jaringan Internet yang dapat diakses dengan biaya yang tidak
mahal menghilangkan titik-titik pemisah yang diakibatkan oleh jarak yang saling
berjauhan. Kemajuan teknologi sibernitika ini meyakini para ekonom bahwa
kemajuan yang
telah dicapai oleh negara maju akan dapat disusul oleh
negara-negara berkembang, terutama oleh menyatunya negara maju dengan negara
berkembang dalam blok perdagangan.
KERACUNAN BAHAN LOGAM/METALOID PADA INDUSTRIALISASI
Banyak pekerja yang dalam melakukan kegiatan pekerjaannya
rentan terhadap bahaya bahan beracun. Terutama para pekerja yang bersentuhan
secara langsung maupun tidak langsung dengan bahan beracun. Bahan beracun dalam
industri dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan, yaitu: (1) senyawa logam
dan metalloid, (2) bahan pelarut, (3) gas beracun, (4) bahan karsinogenik, (5)
pestisida.
Suatu bahan atau zat dinyatakan sebagai racun apabila zat
tersebut menyebabkan efek yang merugikan pada yang menggunakannya. Hal ini
dapat dilihat berdasarkan keterangan sebagai berikut. Pertama, suatu bahan atau
zat, termasuk obat, dapat dikatakan sebagai racun apabila menyebabkan efek yang
tidak seharusnya, misalnya pemakaian obat yang melebihi dosis yang
diperbolehkan. Kedua, suatu bahan atau zat, walaupun secara ilmiah
dikategorikan sebagai bahan beracun, tetapi dapat dianggap bukan racun bila
konsentrasi bahan tersebut di dalam tubuh belum mencapai batas atas kemampuan
manusia untuk mentoleransi. Ketiga, kerja obat yang tidak memiliki sangkut paut
dengan indikasi obat yang sesungguhnya dianggap sebagai kerja racun.
Bahan atau zat beracun pada umumnya dimasukkan sebagai bahan
kimia beracun, yaitu bahan kimia yang dalam jumlah kecil dapat menimbulkan
keracunan pada manusia atau makhluk hidup lainnya. Pada umumnya bahan beracun,
terutama yang berbentuk gas, masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan
dan kemudian beredar ke seluruh tubuh atau menuju organ tubuh tertentu.
Bahan beracun tersebut dapat langsung mengganggu organ tubuh
tertentu seperti hati, paru-paru dan lainnya, tetapi zat beracun tersebut juga
dapat berakumulasi dalam tulang, darah, hati, ginjal atau cairan limfa dan
menghasilkan efek kesehatan dalam jangka panjang. Pengeluaran zat beracun dari
dalam tubuh dapat melalui urine, saluran pencernakan, sel epitel dan keringat.
Klasifikasi Toksisitas
Untuk mengetahui apakah suatu bahan atau zat dapat
dikategorikan sebagai bahan yang beracun (toksik), maka perlu diketahui lebih
dahulu kadar toksisitasnya. Menurut Achadi Budi Cahyono dalam buku “Keselamatan
Kerja Bahan Kimia di Industri” (2004), toksisitas adalah ukuran relatif derajat
racun antara satu bahan kimia terhadap bahan kimia lainnya pada organism yang
sama. Sedangkan Depnaker (1988) menyatakan bahwa toksisitas adalah kemampuan
suatu zat untuk menimbulkan kerusakan pada organism hidup.
Kadar racun suatu zat danyatakan sebagai Lethal Dose-50
(LD-50), yaitu dosis suatu zat yang dinyatakan dalam milligram bahan per
kilogram berat badan, yang dapat menyebabkan kematian pada 50% binatan
percobaan dari suatu kelompok spesies yang sama.
Selain LD-50 juga dikenal istilah LC-50 (Lethal
Concentration-50), yaitu kadar atau konsentrasi suatu zat yang dinyatakan dalam
milligram bahan per meter kubik udara (part per million/ppm), yang dapat
menyebabkan 50% kematian pada binatang percobaan dari suatu kelompok spesies
setelah binatang percobaan tersebut terpapar dalam waktu tertentu.
Efek dan Proses Fisiologis
Efek toksik akut berkolerasi secara langsung dengan absorpsi
zat beracun. Sedangkan efek toksik kronis akan terjadi apabila zat beracun
dalam jumlah kecil diabsorpsi dalam waktu lama yang apabila terakumulasi akan
menyebabkan efek toksik yang baru.
Secara fisiologis proses masuknya bahan beracun ke dalam
tubuh manusia atau makhluk hidup lainnya melalui beberapa cara, yaitu: (1)
Inhalasi (pernapasan), (2) Tertelan, (3) Melalui kulit. Bahan beracun yang
masuk ke dalam tubuh tersebut pada akhirnya masuk ke organ tubuh tertentu
melalui peredaran darah secara sistemik.
Organ tubuh yang terkena racun di antaranya adalah
paru-paru, hati, susunan syaraf pusat, sumsum tulang belakang, ginjal, kulit,
susunan syaraf tepi, dan darah. Organ tubuh yang sangat penting tersebut akan
dapat mengalami kerusakan dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya jika
terkena racun.
Pertolongan Korban
Apabila di suatu indutri terdapat pekerja yang menjadi
korban terkena bahan beracun, maka perlu segera dilakukan pertolongan pertama
pada kecelakaan (P3K), yang secara garis besar sebagai berikut:
1. Apabila bahan beracun terhirup maka korban segera dibawa ke lingkungan yang
berudara bersih.
2. Apabilan bahan beracun masuk ke dalam mata maka mata korban segera dicuci
dengan air bersih yang mengalir secara terus menerus selama 5 – 10 menit.
3. Meminumkan karbon aktif kepada korban untuk menurunkan konsentrasi zat
beracun dengan cara adsorpsi.
4. Meminumkan air bersih kepada korban untuk pengenceran racun.
5. Meminumkan susu kepada korban untuk menetralkan dan mengadsorpsi asam atau
basa kuat dan fenol.
6. Untuk memperlambat atau mengurangi pemasukan racun maka dapat diberikan
garam laksansia (hanya boleh dilakukan oleh paramedis) yang akan merangsang
peristaltik dari seluruh saluran pencernakan sebagai efek osmotik akan
memperlambat absorpsi air dan membuat racun terencerkan.
7. Jika keracunan sudah agak lama maka korban dibuat muntah untuk mengosongkan
lambung, dengan pemberian larutan NaCl (garam dapur) hangat. Tetapi hal ini
tidak diperbolehkan untuk korban yang masih pingsan atau keracunan deterjen,
bensin, BTX (benzene, toluene, xylene), CCl4.
8. Korban segera dibawa ke klinik kesehatan.
Dengan lebih mewaspadai bahaya bahan beracun yang ada di
sekitarnya, diharapkan para pekerja dapat terhindar dari bahaya keracunan bahan
beracun tersebut. Dan dengan mengetahui langkah pertolongan pertama pada
kecelakaan diharapkan korban yang terkena bahan beracun dapat diselamatkan dari
bahaya yang tidak diinginkan.
KERACUNAN BAHAN ORGANIS PADA INDUSTRIALISASI
Kemajuan industri selain membawa dampak positif seperti meningkatnya
pendapatan masyarakat dan berkurangnya pemgangguran juga mempunyai dampak
negatif yang harus diperhatikan terutama menjadi ancaman potensial terhadap
lingkungan sekitarnya dan para pekerja di industri. Salah satu industri
tersebut adalah industri bahan-bahan organik yaitu metil alkohol, etil
alkohol dan diol.
Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia adalah aset penting
dari kegiatan industri, disamping modal dan peralatan. Oleh karena itu tenaga
kerja harus dilindungi dari bahaya-bahaya lingkungan kerja yang dapat mengancam
kesehatannya.
Metil alkohol dipergunakan sebagai pelarut cat, sirlak, dan
vernis dalam sintesa bahan-bahan kimia untuk denaturalisasi alkohol, dan bahan
anti beku. Pekerja-pekerja di industri demikian mungkin sekali menderita keracunan
methanol. Keracunan tersebut mungkin terjadi oleh karena menghirupnya,
meminumnya atau karena absorbsi kulit. Keracunan akut yang ringan
ditandai dengan perasaan lelah, sakit kepala, dan penglihatan kabur,
Keracunan sedang dengan gejala sakit kepala yang berat, mabuk , dan muntah,
serta depresi susunan syaraf pusat, penglihatan mungkin buta sama sekali baik
sementara maupun selamanya. Pada keracunan yang berat terdapat pula gangguan
pernafasan yang dangkal, cyanosis, koma, menurunnya tekanan darah, pelebaran
pupil dan bahkan dapat mengalami kematian yang diseabkan kegagalan pernafasan.
Keracunan kronis biasanya terjadi oleh karena menghirup metanol
keparu-paru secara terus menerus yang gejala-gejala utamanya adalah kabur
penglihatan yang lambat laun mengakibat kan kebutaan secara permanen.
Nilai Ambang Batas (NAB) untuk metanol di udara ruang kerja
adalah 200 ppm atau 260 mg permeterkubik udara.
Etanol atau etil alkohol digunakan sebagai pelarut,
antiseptik, bahan permulaan untuk sintesa bahan-bahan lain. Dan untuk membuat
minuman keras. Dalam pekerjaan-pekerjaan tersebut keracunan akut ataupun kronis
bisa terjadi oleh karena meminumnya, atau kadang-kadang oleh karena menghirup
udara yang mengandung bahan tersebut, Gejala-gejala pokok dari suatu keracunan
etanol adalah depresi susunan saraf sentral.Untunglah di Indonesia minum
minuman keras banyak dihindari oleh pekerja sehingga ”problem drinkers”
di industri-industri tidak ditemukan, NAB diudara ruang kerja adalah 1000
ppm atau 1900 mg permeter kubik.
Keracunan-keracunan oleh persenyawaan-persenyawaan tergolong
alkohol dengan rantai lebih panjang sangat jarang, oleh karena makin panjang
rantai makin rendah daya racunnya. Simptomatologi , pengobatan, dan
pencegahannya hampir sama seperti untuk etanol.
Seperti halnya etanol , persenyawaan persenyawaan yang
tergolong diol mengakibatkan depresi susunan saraf pusat dan
kerusakan-kerusakan organ dalam seperti ginjal, hati dan lain lain. Tanda
terpenting keracunan adalah anuria dan narcosis. Keracunan akut terjadi karena
meminumnya, sedangkan keracunan kronis disebabkan penghirupan udara yang
mengandung bahan tersebut. Pencegahan-pencegahan antara lain dengan memberikan
tanda-tanda jelas kepada tempat-tempat penyimpanan bahan tersebut.
Keracunan toksikan tersebut diatas tidak akan terjadi
manakala lingkungan kerja tidak sampai melebihi Nilai Ambang Batas dan
pemenuhan standart dilakukan secara ketat.
MASYARAKAT SEKITAR PERUSAHAAN INDUSTRI
Kehidupan masyarakat Desa Cangkringmalang telah mengalami
perubahan semenjak adanya lingkungan industri di desa ini. Adanya lingkungan
industri di desa ini menjadikan kehidupan masyarakatnya menjadi maju. Hal ini
terlihat dari cara bekerja masyarakat desa yang semula bekerja sebagai petani
kini beralih pada usaha bisnis dengan cara mendirikan berbagai macam sarana
seperti pertokoan, pasar swalayan, restoran, warung telekomunikasi, salon dan
lainnya untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Dengan adanya berbagai
sarana yang ada di desa ini membuat gaya hidup masyarakatnya menjadi
berperilaku konsumtif dalam memenuhi kenutuhan hidupnya akan barang dan jasa.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1) Bagaimanakah perilaku konsumtif
masyarakat Desa Cangkringmalang, 2). Faktor-faktor apa sajakah yang
mempengaruhi perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang. Tujuannya
adalah : 1) Untuk mengetahui perilaku konsumtif masyarakat Desa
Cangkringmalang, 2) Untuk mengetahui factor-faktor masyarakat Desa
Cangkringmalang berperilaku konsumtif.
Penelitian ini menggunakan metode analisi model interaktif dengan tipe
penelitian deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
masyarakat Desa Cangkringmalang yang tinggal dekat dengan lingkungan industri.
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN
Sebuah pembangunan fisik yang dilakukan oleh sektor
pemerintah maupun sektor swasta harusnya benar-benar memperhatikan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari pembangunan itu. Tidak bisa dinafikkan
bahwa pembangunan terutama dalam sektor industri akan meningkatkan taraf hidup
serta kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan terbukanya lapangan
pekerjaan.
Dalam bukunya Wahyu Widowati,dkk. “Efek Toksik Logam
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran”, perkembangan ekonomi menitikberatkan
pada pembangunan sektor industri. Disatu sisi, pembangunan akan meningkatkan
kualitas hidup manusia dengan meningkatnya pendapatan masyarakat atau daerah.
Disisi lain, pembangunan juga bisa berefek buruk terhadap lingkungan akibat
pencemaran dari limbah industri yang bisa menurunkan kesehatan masyarakat dan
efek yang ditimbulkan dari pembangunan terhadap lingkungan disekitarnya.
Dengan ditingkatkannya sektor industri di Bangka Belitung
nantinya diharapkan taraf hidup masyarakat akan dapat ditingkatkan lagi. Akan
tetapi, disamping tujuan-tujuan tersebut maka dengan munculnya berbagai
industri serta pembangunan berskala besar di Bangka Belitung ini perlu
dipikirkan juga efek sampingnya berupa limbah. Limbah tersebut dapat berupa
limbah padat (solid wastes), limbah cair (liquid wastes), maupun limbah gas
(gaseous wastes). Ketiga jenis limbah ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu
industri ataupun satu persatu sesuai proses yang ada di perusahaannya.
Sugiharto, dalam buku “Dasar-Dasar Pengolahan Limbah”
menyebutkan bahwa efek samping dari limbah tersebut antara lain dapat berupa:
pertama, membahayakan kesehatan manusia karena dapat membawa suatu penyakit
(sebagai vehicle), kedua, merugikan segi ekonomi karena dapat menimbulkan
kerusakan pada benda/bangunan maupun tanam-tanaman dan peternakan, lalu dapat
merusak atau membunuh kehidupan yang ada di dalam air seperti ikan, dan
binatang peliharaan lainnya. Selanjutnya efek sampingnya adalah dapat merusak
keindahan (estetika), karena bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap dipandang.
Selama ini bahaya limbah yang dihasilkan oleh sebuah
industri dan pembangunan tidak kita sadari. Bangka Belitung contohnya,
pembangunan dan industri yang dilakukan sama sekali tidak layak dalam hal
amdalnya. Banyak bangunan dan industri di Bangka Belitung ini yang tidak tahu
kemana limbah industri itu dibuang. Sebenarnya, jika berbicara limbah maka
bukan saja hanya dihasilkan oleh industri namun juga ada limbah rumah tangga
tapi mungkin bahaya yang ditimbulkan tidak seriskan limbah industri.
Sadarkah kita bahwa ternyata, kerusakan lingkungan tidak
hanya disebabkan oleh pertambangan semata tetapi pencemaran limbah juga akan
berdampak pada kerusakan lingkungan bahkan akan membawa efek buruk bagi
kehidupan manusia. Ketidaktahuan kita akan informasi bahaya limbah itu
menjadikan penyadaran itu tidak muncul. Sebenarnya, tanpa disadari bahwa efek
negatif yang kita rasakan dalam kehidupan kita seperti tercemarnya air bersih
dan timbulnya beberapa penyakit seperti gatal-gatal, alergi dan iritasi itu
disebabkan oleh pencemaran limbah yang tidak kita sadari.
Berdasarkan pertimbangan diatas, perlu kiranya diperhatikan
efek samping yang akan ditimbulkan oleh adanya suatu industri atau pembangunan
sebelum mulai beroperasi. Oleh karena itu, perlu dipikirkan juga apakah
industri dan pembangunan tersebut menghasilkan limbah yang berbahaya atau tidak
dan perlu juga dipertanyakan tempat pembuangan limbah yang dihasilkan dari
perusahaan tersebut.
Sehingga segera dapat ditetapkan perlu tidaknya disediakan
bangunan pengolahan air limbah serta teknik yang dipergunakan dalam pengolahan.
Air limbah suatu industri baru diperbolehkan dibuang kebadan-badan air apabila
telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Selama ini
hal tersebut tidak pernah dilakukan bahkan bukan menjadi perhatian yang
penting. Padahal sebenarnya sebuah industri dan pembangunan terutama sekali
yang dipertanyakan adalah tempat pembuangan limbahnya.
Apabila peraturan yang ada ditaati oleh semua pihak, maka
kecemasan dan kekhawatiran pastinya akan terbendung. Kenyataannya, sampai detik
ini ada beberapa kasus pembangunan yang dilakukan di Bangka Belitung terkait
permasalahan amdalnya tidak jelas. Ini merupakan sebuah bukti betapa tidak ada
kepedulian yang muncul karena dinilai belum menimbulkan efek dan dampak yang
berarti bagi kehidupan masyarakat.
Sangat disayangkan bahwa tipikal masyarakat Bangka Belitung
tidak jauh dari tipikal masyarakat Indonesia pada umumnya. Kesadaran baru akan
muncul ketika adanya sebuah permasalahan. Artinya, tidak akan ada aksi sebelum
ada reaksi. Tidak ada tindakan sebelum merasakan akibatnya. Kesadaran
masyarakat akan bahaya limbah mungkin memang belum terlihat. Inilah yang
menjadi penyebab acuhnya masyarakat, selain belum ada efek yang terlihat secara
signifikan juga ditambah dengan keterbatasan masyarakat akan informasi tentang
bahaya yang ditimbulkan oleh pencemaran akibat limbah.
Satu hal yang ditunggu oleh masyarakat Bangka Belitung,
adanya upaya untuk membuat tempat pengolahan limbah secara signifikan. Inovasi
dan kreasi itu sebenarnya sudah lebih dulu dilakukan oleh beberapa daerah di
Indonesia. Namun belum terlihat di Bangka Belitung. Diharapnya limbah yang
tadinya merupakan buangan dari sebuah industri atau pembangunan akan
menghasilkan nilai positif yang bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Ada banyak cara yang bisa ditiru dan diadopsi untuk menangani persoalan limbah.
Lakukan sebuah upaya untuk mencegah kekhawatiran dan
kecemasan itu sebelum semuanya menjadi terlambat. Jangan menunggu timbulnya permasalahan
dulu baru melakukan sebuah tindakan atau aksi. Namun mulailah melakukan
pencegahan itu lebih awal sebelum bahaya itu datang. Semoga dapat dipahami.***
PEMBANGUNAN INDUSTRI, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN LINGKUNGAN
HIDUP
Kawasan di sepanjang Jalan Raya Bogor meliputi, Kecamatan
Pasar Rebo, Kecamatan Cimanggis, dan Kecamatan Sukmajaya merupakan wilayah
lokasi industri yang tumbuh dan berkembang secara alamiah (artinya pada awalnya
tidak ada campur tangan pemerintah) dan merupakan limpahan dari ketidaksiapan
infrastruktur pada kawasan industri Pulogadung. Pesatnya pembangunan industri
di daerah sepanjang JalanRaya Bogor akhirnya mendapat perhatian khusus dari
pemerintah dalam hal ini kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Pemerintah
Daerah (Pemda) DKI Jakarta dan Jawa Barat. Penataan ruang di koridor Jalan Raya
Bogor tersebut hingga tahun 2005 (pada wilayah penelitian) diperuntukkan
sebagai kawasan
industri yang tidak mencemari lingkungan hidup. Lingkungan
industri di koridor Jalan Raya Bogor dibatasi salah satunya oleh tenaga kerja
industri. Keberadaan tenaga kerja pada industri menentukan pola persebaran
keruangan (spasial), yang tercermin pada pengelompokan industrinya. Tipologi
lingkungan industri skala sedang adalah pengelompokan lingkungan industri
berdasarkan tenaga kerja dalam industri yang jumlahnya antara 20-300 orang.
Tipologi
industri ini yang jumlahnya 100 atau 56,5 % dari total
industri yang ada dan tersebar di sepanjang koridor Jalan Raya Bogor (Kecamatan
Ciracas, Pasar Rebo, Cimanggis dan Sukmajaya).
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
(1) untuk mengetahui pola keruangan (spasial) persebaran
industri sedang;
(2) untuk mengetahui tenaga kerja industri sedang pada
masyarakat menetap; dan
(3) untuk mengetahui hubungan industri sedang dengan
lingkungan sosial-ekonomi masyarakat pekerja industri yang menetap di wilayah
penelitian;
Adapun hipotesis kerja penelitian, adalah:
a. pola persebaran industri sedang mengikuti pola tata
ruang.
b. terdapat hubungan antara industri sedang dengan
lingkungan sosialekonomi masyarakat pekerja industry yang menetap di sepanjang
Jalan Raya Bogor.
Pada penelitian ini dilakukan penghitungan skala T (indeks
tetangga terdekat), prosentasi penyerapan tenaga kerja lokal untuk industri,
dan derajat kekuatan hubungan antara variabel bebas (lingkungan social
masyarakat pekerja pabrik) dan variabel terikat (industri sedang). Pengujian
dilakukan dengan metode statistik koefisien korelasi kontigensi menggunakan
software SPSS versi +98 for windows, yang dilanjutkan dengan pembobotan skoring
dari masing-masing variabel lingkungan sosial (tingkat pendidikan,
pendapatan/salary dan kualitas permukiman) terhadap industri sedangnya. Hasil
pengujian hipotesis menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Lokasi industri skala sedang di wilayah penelitian,
terdapat di wilayah Kelurahan Susukan, Ciracas, Pekayon, Tugu, Mekarsari,
Cisalak Pasar, Curug, Sukamaju Baru, Jatijajar, Cilangkap, Cisalak, dan
Sukamaju dengan pola keruang/spasial persebaran industrinya di sepanjang Jalan
Raya Bogor mengikuti pola penataan ruang yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
Kodya Jakarta Timur dan Kota Depok. Berdasarkan hasil perhitungan analysis
tetangga terdekat (nearness neighborhood analysis), adalah sebagai berikut:
a. pola keruangan persebaran industrinya yang
mengelompok (cluster pattern) dengan nilai indeks skala T (0
– 0,7), terdapat di wilayah Kelurahan Cisalak Pasar,
Cilangkap, dan Cisalak;
b. pola keruangan persebaran industrinya yang
tidak merata/acak (random pattern) dengan nilai indeks skala T (0,7 – 1,4),
terdapat di wilayah Kelurahan Tugu, Mekarsari, Sukamaju Baru, dan Jatijajar;
c. pola keruangan persebaran industrinya yang
merata (dispersed pattern/uniform) dengan nilai indeks skala T (1,4 – 2,1491),
terdapat di wilayah Kelurahan Susukan, Ciracas, Pekayon, Curug dan Sukamaju.
2. Tenaga kerja lokal yang terserap pada kegiatan industri
berdasarkan pada tingkat pendidikan, adalah sebagai berikut: tingkat pendidikan
menengah (SLTP/Sederajat dan SMU/Sederajat) 62,04%, tingkat pendidikan rendah
(SD/Sederajat) dan tinggi (D3 dan SI), tingkat pendidikan sangat rendah atau
tidak sekolah mempunyai jumlah yang relatif sedikit 2,81% dari jumlah total
respoden pekerja industry.
3. Hubungan antara industri sedang dengan lingkungan
sosial-ekonomi masyarakat pekerja industrinya yang menetap di wilayah
penelitan, dirinci berdasarkan variabel tingkat pendidikan, pendapatan (salary)
dan kualitas permukiman, dengan kondisi :
a) Wilayah Kelurahan Susukan, Tugu, Mekarsari,
Cisalak Pasar, Jatijajar, Cilangkap, dan Cisalak mempunyai nilai total skoring
pembobotan lebih dari sama dengan 7, yang berarti bahwa pada wilayah kelurahan
tersebut terdapat hubungan variabel yang kuat dan positif antara tipologi lingkungan
industry dengan tipologi lingkungan sosial masyarakat pekerja industrinya.
b) Pada wilayah kelurahan lainnya, seperti
Ciracas, Pekayon, Curug, Sukamaju Baru, dan Sukamaju memiliki nilai total
skoring pembobotan kurang dari 7, yang berarti bahwa wilayah kelurahan tersebut
terdapat hubungan yang agak kuat dan positif antara tipologi lingkungan
industri dengan lingkungan social masyarakat pekerja industrinya.
Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari penelitian diatas, sebagai berikut :
- Pembangunan
yang mengandalkan teknologi dan industri dalam mempertahankan tingkat
pertumbuhan ekonomi seringkali membawa dampak negatif bagi lingkungan
hidup manusia.
- Pencemaran
lingkungan akan menyebabkan menurunnya mutu lingkungan hidup, sehingga
akan mengancam kelangsungan makhluk hidup, terutama ketenangan dan
ketentraman hidup manusia.
- Adanya
pengertian dan persepsi yang sama dalam memahami pentingnya lingkungan hidup
bagi kelangsungan hidup manusia akan dapat mengendalikan tindakan dan
perilaku manusia untuk lebih mementingkan lingkungan hidup.
- Kemauan
untuk saling menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup
merupakan itikad yang luhur dari dalam diri manusia dalam memandang
hakekat dirinya sebagai warga dunia.
Saran
Limbah industri harus ditangani dengan baik dan serius oleh Pemerintah Daerah
dimana wilayahnya terdapat industri. Pemerintah harus mengawasi pembuangan
limbah industri dengan sungguh-sungguh. Pelaku industri harus melakukan
cara-cara pencegahan pencemaran lingkungan dengan melaksanakan teknologi
bersih, memasang alat pencegahan pencemaran, melakukan proses daur ulang dan
yang terpenting harus melakukan pengolahan limbah industri guna menghilangkan
bahan pencemaran atau paling tidak meminimalkan bahan pencemaran hingga batas
yang diperbolehkan. Di samping itu perlu dilakukan penelitian atau
kajian-kajian lebih banyak lagi mengenai dampak limbah industri yang spesifik
(sesuai jenis industrinya) terhadap lingkungan serta mencari metode atau
teknologi tepat guna untuk pencegahan masalahnya.
DAFTAR PUSTAKA:
4. Ratni Naniek. Dampak
Toksikan Bahan-Bahan Organik Terhadap Kesehatan Kerja.